Rabu, 08 Mei 2019

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM


LAPORAN PRAKTIKUM  
KIMIA ORGANIK I
"KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM"





DISUSUN OLEH:

MIRNAWATI
 (A1C117013)

DOSEN PENGAMPU
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Pd.





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI   
2019




VII.       DATA PENGAMATAN
7.1  Kromatografi Lapis Tipis
No
Sampel
Jarak
Noda(cm)
Jarak
Eluen (cm)
Rf
1.
Buah naga
3,9
4,8
0,8125
2.
Bayam
0,3
4,8
0,025
3.
Nanas
3,8
4,8
0,79166
4.
Bunga kertas
2,5
4,8
0,520
5.
Semangka
3,7
4,5
0,8222
6.
Wortel
3,9
4,5
0,8666
7.
Pepaya
3,8
4,5
0,8444
8.
Kentang
0
4,5
0
9.
Tomat
4,1
4,7
0,8723
10.
Bunga sepatu
4,0
4,7
0,8510















7.2  Kromatografi Kolom
No.
Sampel
Banyak botol
Warna
Hasil TLC
1
Buah naga
6 botol
Bening semua
Tidak ada noda ang bergerak
2
Bayam
4 botol
1  (bening) 2 (Hijau) 3 (hijau pudar ) 4 (bening)
Noda tidak ada yang bergerak tetapi tapi noda 1,2,3 terlihat berwarna kekuningan pada garis bawah plat.
3
Nanas
3 botol
1 (bening) 2 (kuning keruh ) 3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
4
Bunga kertas
5 botol
1 ( bening ) 2 ( terdapat seperti minak ) 3 ( agak keruh ) 4 dan 5 ( bening )
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
5
Semangka
3 botol
1 (bening) 2 ( keruh ) 3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
6
wortel
3 botol
1 (bening) 2 ( kuning cerah ) 3 (bening)
Noda 1dan 3 tampak berwarna krim pada garis bawah tapi tidak bergerak
7
pepaya
4 botol
1 (bening) 2 ( kekuningan  ) 3 dan 4 (bening)
Noda satu tak terjadi apa2. Noda 2 dan 4 tampak noda krim pada garis bawah dan pada noda 3 bergerak naik dengan warna krim
8
Kentang
4 botol
1 (bening) 2 ( kuning keruh ) 3 dan 4 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
9
Tomat
3 botol
1 (bening) 2 ( kemerahan) 3 (bening)
Pada noda ketiga berwarna abu2 dan bergrak naik ke atas
10
Bunga sepatu
4 botol
1 (bening) 2 dan 3( keruh  ) 4 ( keruh pudar )
Noda tidak tampak dan tidak bergerak

VIII.      PEMBAHASAN
Kromatografi adalah salah satu dari teknik pemisahan dalam analisis kimia yang biasa lebih dikenal dengan fase diam dan fase gerak. Kromatografi ialah teknik dalam analisis kimia yang bertujuan untuk memisahkan campuran zat menjadi komponen atau partikel-partikel penyusun dari campuran tersebut, lalu komponen yang didapatkan akan dianalisis satu persatu. Jenis pemisahan berdasarkan kromatografi ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi cair, kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas. Walaupun kromatografi ini terbagi dalam beberapa jenis namun pada prinsip dasarnya tetap sama satu dan lainnya. Adapun prinsip dari pemisahan kromatografi adalah didalam suatu campuran yang terdiri dari komponen-komponen zat tertentu dimana komponen tersebut terletak pada perbedaan afinitas atau gaya adesi dari setiap jenis analit terhadap fase diam dan fase gerak, oleh karena itu komponen-komponen tersebut dapat terpisah dari campurannya. Penentuan afinitas dari suatu analit dapat kita tetapkan dengan melihat daya adsorpsinya terhadap fase diam dan kelarutan analit tersebut terhadap fase gerak yang digunakan atau yang dipakai(http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).

8.1  Kromatografi Lapis Tipis
Pada percobaan yang pertama pada kromatografi ini kami melakukan percobaan kromatografi dengan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis  adalah  teknik kromatografi yang dilakukan pada zat atau sampel yang tidak menguap. Pada dasarnya pada kromatografi ada dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Dimana fasa diamnya berupa silika gel yaitu plat TLC yang kita gunakan dan fasa geraknya adalah pelarut atau eluen yang diletakkan didalam chamber. Chamber adalah wadah atau tempat plastik yang digunakan untuk menempatkan eluen atau pelarut setelah dilakukan penotolan ekstrak atau sampel yang akan diuji diatas plat TLC atau silika gel. Pada percobaan ini, pada plat TLC atau silika gel diberi tanda batas untuk menotolkan sampel atau ekstrak yang akan diuji. Kemudian dihitung harga Rfnya. RF adalah nilai perbandingan dari jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh pelarut.

      Pada percobaan kromatografi lapis tipis ini kami menggunakan 10 sampel atau ektrak yaitu ada ekstrak dari buah naga, daun bayam, buah nanas, bunga kertas, buah semangka, wortel, buah pepaya, kentanng, tomat, bunga kembang sepatu. Dan pelarut atau eluen yang digunakan adalah pelarut yang sesuai dengan sampel tersebut. pada percobaan ini pelarut yang kami gunakan adalah n-heksana dan etil asetat. Dimana n-heksana bersifat non polar dan etil asetat  bersifat semi polar. Dengan perbandigan pelarut atau eluennya adalah 2:1, dimana 2 untuk n-heksana dan 1 untuk etil asetat.

      Prosedur pengerjaan pada percobaan ini yaitu pertama kami memotong plat TLC yang akan digunakan sebagai fasa diamnya, ukuran plat TLC yang kami pakai adalah 5 cm x 3 cm. Dimana untuk satu plat TLC kami menggunakan untuk empat sampel. Kemudian dibuat batas untuk menotolkan sampel tersebut. Pada saat penotolan sampel dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler, dimana sebelum ditotolkan degan ekstrak pipa kapiler tersebut dibersihkan dahulu dengan menggunakan metanol. Setelah sampel ditotolkan,  plat TLC dimasukkan didalam chamber yang telah berisi eluen atau pelarut tadi, yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 2:1. Dimana plat TLC direndam dengan eluen sebelum tanda batas yang telah dibuat, kemudian ditunggu beberapa saat hingga eluen naik keatas. Setelah eluennya naik ketas, plat  TLCC disenter dengan menggunakan dengan sinar UV, hal ini berfungsi untuk memudahkan melihat jarak yang ditempuh. Kemudian dilakukan pengukuran jarak yang didapatkan, dan dihitung nilai RF dari masing-masing sampel atau ektrak tersebut.

      Pada plat TLC yang pertama kami menguji ekstrak atau sampel buah naga, daun bayam, buah nanas, dan bunga kembang sepatu. Setelah dilakukan penotolan sampel dan direndam dengan eluen hasil yang didapatkan adalah jarak pelarut pada plat TLC yang pertama yaitu 4,8 cm. Sedangkan noda yang didapatkan pada sampel buah naga adalah 3,9 cm. Sehingga dapat dihitung harga Rfnya adalah pada 0,8125 cm . kemudian pada bayam didapatkan jarak yang ditempuh nodanya adalah 0,3 cm dan dihitung nilai Rfnya adalah 0,0625 cm. Selanjutnya pada ekstrak atau sampel nanas didapatkan jarak tempuh nodanya adalah 3,8 cm dan dihitung nilai RFnya yaitu 0,79167 cm. Terakhir yaitu untuk sampel bunga kertas, jarak tempuh noda yang didapatkan adalah 2,5 cm, dan dihitung nilai Rfnya adalah 0,52083 cm.

      Pada plat TLC yang kedua, kami menguji ekstrak atau sampel semangka, wortel, pepaya, dan kentang. Dilakukan prosedur yang sama seperti pada plat TLC yang pertama, namun pada percobaan yang kedua ini dilakukan penambahan eluen atau pelarut yang berada  didalam chamber dengan perbandingan yang sama. Hal ini dikarenakan pelarut atau eluen tersebut telah habis digunakan pada plat TLC yang pertama. Kemudian diperolehlah Jarak pelarut dan jarak noda pada masing-masing sampel. Jarak pelarut yang didapatkan pada plat TLC yang kedua ini yaitu 4,5 cm. Selanjutnya, jarak noda dan harga RF yang didapatkan pada masing-masing sampel yaitu pada sampel semangka, didapatkan jarak tempuh nodanya adalah 3,7 cm dan setelah dihitung harga atau nilai Rfnya adalah 0,822 cm. Kemudian, untuk sampel atau ekstrak wortel didapatkan jarak nodanya adalah 3,9 cm dan harga atau nilai RF yang didapatkan adalah 0,867 cm. Lalu pada sampel buah pepaya didapatkan jarak yang ditempuh oleh nodanya  adalah 0,844 cm. Yang terakhir yaitu pada ektrak atau sampel kentang didapatkan jarak nodanya adalah 0 cm sehingga nilai atau harga RF yang didapatkan juga 0 cm.

      Pada plat yang ketiga, hanya diuji dua sampel atau ekstrak yaitu  buah tomat dan bunga kembang sepatu. Setelah dilakukan penotolan sampel dan perendaman pada eluen, namun pada plat yang ketiga ini dilakukan penambahan eluen lagi  dengan perbandingan yang sama yaitu 2:1, hal ini dikarenakan pelarut yang ada didalam chamber telah habis. Kemudian hasil yang didapatkan setelah beberapa saat yaitu didapatkan jarak tempuh pelarutnya yaitu 4,7 cm dan jarak tempuh noda pada masing-masing sampel tersebut yaitu, pada sampel atau ekstrak tomat didapatkan hasil jarak yang ditempuh nodanya adalah 4,1 cm dan harga RF yang didapatkan adalah 0,8723 cm. Sedangkan untuk sampel bunga kembang sepatu didapatkan jarak nodanya  adalah 4 cm, sehingga didapatkan harga Rfnya adalah 0,851.

Dari hasil yang telah didapatkan dari percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa silika gel yang bertindak sebagai fase diam bersifat polar, sehingga apabila  sampel atau ekstrak tersebut memiliki nilai jarak noda yang tinggi berarti sampel tersebut bersifat nonpolar, sedangkan apabila jarak noda yang ditempuh kecil berarti sampel tersebut bersifat polar. Semakin besar jarak yang ditempuh noda makan semakin tinggi pula harga RF yang didapatkan.

8.2  Kromatografi Kolom
Pada percobaan kedua yaitu dilakukan uji kromatografi dengan kromatografi kolom. Kromatografi kolom adalah teknik pemisahan komponen dengan kromatografi yang menggunakan kolom seperti tempat atau wadah yang terbuat dari kaca. Dimana terdapat dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diammnya adalah silika gel dan fase geraknya adalah eluen. Pada percobaan kolom ini sama seperti halnya dengan percobaan lapis tipis yaitu menguji 10 sampel, yaitu ekstrak dari buah naga, daun bayam, nanas, bunga sepatu, semangka, wortel, pepaya, kentang, tomat dan bunga kembang sepatu. Dan digunakan eluen yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, kloroform dan etanol. Fungsi dari penambahan eluen dalam sampel adalah untuk menurutkan sampel yang berada didalam kolom yang kemudian hasil yang didaptkan diuji lagi dengan menggunakan plat TLC untuk mengetahui nilai Rfnya.

            Perlakuan awal yang kami lakukan adalah menyiapkan kolom yang akan digunakan. Pertama, ujung dari kolom disumbat dengan kapas atau glass woll, fungsi dari penyumbatan ini adalah untuk menahan silika gel agar tidak turun. Kemudian dibersihkan dinding dari kolom dengan menggunakan larutan n-heksana. Lalu, silika gel dilarutkan dengan n-heksana didalam sebuah gelas kimia. Kemudian campuran tersebut dimasukkan kedalam kolom yang telah dibersihkan tadi sambil mengetuk-mengetuk dinding kolom, hal ini dilakukan agar silika gelnya memadat. Setelah kolom tersebut telah siap, maka dilakukan persiapan sampel.  Sampel yang telah diekstrak, diambil satu tetes kemudian dicampur dengan silika  gel. Pencampuran ini disebut dengan impreknasi, impreknasi adalah menjeratkan sampel kepori-pori silika gel. Setelah sampel selesai  diimpreknasi lalu dimasukkan kedalam kolom.  Lalu ditambahkan pelarut yang sesuai dengan sampel yang akan dikromatografi. Kemudian ditunggu beberapa saat hingga sampel tersebut turun. Pelarut yang turun ditampung dan nantinya akan diuji dengan plat TLC.  Namun, sebelum diuji botol yang berisi hasil dari kromatografi kolom tadi diuapkan terlebih dahulu hingga beberapa hari. Setelah menguap, sisa dari hasil penguapan tersebut  ditambahkan metanol sebanyak 1 tetes. Kemudian diuji dengan menggunakan plat TLC.

            Pada sampel ekstrak buah naga pelarut yang digunakan adalah pelarut atau eluen yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan yang pertama yaitu 8:1, hasil yang didapatkan adalah sampel tersebut tidak turun, yang turun hanyalah pelarutnya saja. Kemudian dibuat lagi perbandingan pelarut atau eluen yang kedua yaitu 16:2, dan hasil yang didapatkan adalah  sampel tersebut turun sedikit dan hampir setengah. Kemudian yang terakhir dibuat  perbandingan  pelarut yaitu 15:5 dan didapatkan hasil yaitu sampelnya turun setengah dari kolom tersebut. Hasil yang didapatkan dari 3 perbadningan pelarut ini adalah sebanyak 5 boto. Kemudian, hasil yang telah diperoleh tadi ditampung dan diuji dengan menggunakan plat TLC. Pada pengujian dengan menggunakan plat TLC digunakan pelarut atau eluen n-heksana dan etil asetat dengan perbandingannya 3:2. Pada plat TLC dilakukan penotolan sampel yang ada pada 5 botol tersebut, namun pada penotolan yang pertama dilakukan penotolan untuk crude. Crude adalah ekstrak murni dari sampel tersebut. setelah crude ditotolkan, kemudian dilanjutkan dengan sampel hasil yang ada pada botol hasil dari kromatografi kolom tadi kemudian dimasukkan kedalam eluen. Hasil yang didapatkan adalah hanya crude saja yang bergerak.

            Pada ekstrak atau sampel daun bayam, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 5:10. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 5 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol 1, berwarna bening. Pada botol kedua, berwarna hijau. Pada botol ketiga, berwarna hijau pudar, pada botol keempat berwarna bening, dan pada botol kelima berwarna bening. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna hijau. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah kelima sampel yang diuji ini tidak ada yang bergerak, tetapi terdapat warna pada sampel yang ada pada botol 1,2,3 yaitu warna cream.

            Pada ekstrak atau sampel buah nans, digunakan eluen yaitu kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:1. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol 1, berwarna bening dan silika gel yang berada pada  kolom tersebut pecah. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh. Pada botol ketiga, berwarna bening. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah kloroform dan metanol dengan perbandingan 2:1.. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah keempat sampel yang diuji ini tidak ada yang bergerak dan juga tidak memiliki warna.

Pada ekstrak atau sampel bunga kertas, digunakan eluen yaitu kloroform 100%. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 5 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Hanya pada botol kedua yang berwarna, yaitu bening dan berminyak. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna bening berminyak berbeda dengan botol yang lain. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah metanol 100%.Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah keenam sampel yang diuji hanya crude yang bergerak dan berwarna cream.

Pada ekstrak atau sampel semangka, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning pudar sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu kuning pudar. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada sampel crude yang bergerak, dan berwarna kuning.

Pada ekstrak atau sampel wortel, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning cerah sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning cerah. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada sampel crude yang bergerak, dan berwarna kuning dan pada botol 1 tidak bergerak tetapi berwarna cream.

Pada ekstrak atau sampel pepaya, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 4 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning dan sampel mulai turun. sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah pada sampel crude yang bergerak, dan berwarna orange dan pada botol 2 tidak bergerak tetapi berwarna cream kepudaran begitu juga pada botol 4. Sedangkan pada botol 3 nodanya bergerak dan berwarna cream kepudaran.

Pada ekstrak atau sampel kentang, digunakan eluen yaitu kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:1. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 4 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah sampel crude yang tidak bergerak, tetapi berwarna abu-abu.

Pada ekstrak atau sampel tomat, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kemerahan sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kemerahan. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada sampel botol ketiga yang bergerak, dan berwarna keabuan.

Pada ekstrak atau sampel bunga kembang sepatu, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah pada sampel crude tidak bergerak, dan berwarna cream pudar.
           
IX.            PERTANYAAN PASCA
1.      Apa fungsi kapas pada percobaan tersebut?
2.      Mengapa silika gel dicampurkan dengan n-heksana?
3.      Mengapa pada saat melakukan TLC hasil dari kromatografi dilakukan TLC juga pada crude atau ekstrak alsinya?

X.             KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.  Teknik dasar  dari kromatografi lapis tipis adalah pemisahan suatu senyawa murni dengan cara menggunakan plat TLC atau silika gel, dimana silika tersebut bertindak sebagai fase diam dan pelarut atau eluen yang digunakan adalah fase geraknya. Kromatografi lapis tipis ini dapat juga dikatakan seberapa cepat rambat dari suatu noda pada silika tersebut. Sedangkan teknik dasar dari kromatografi kolom adalah  adsorbsi dari jenis fasa yang digunakan. pada kromatografi kolom ini digunakan sebuah kolom yang diisi oleh silika  gel yang bertindak sebagai fasa diam. Dan pelarut atau  eluennya sebagai fasa gerak.
2.    Plat TLC dapat dibuat dengan memotong plat TLC yang panjang sesuai dengan ukuran yang kita inginkan, pada percobaan ini kami menggunakan plat TLC yang berukuran 5 cm x 3 cm. Kemudian membuat garis batas untuk penotolan sampel yang akan dipisahkan dengan cara kromatografi. sedangkan untuk kromatografi kolom kita harus menyiapkan kolom yang akan digunakan terlebih dahulu, yaitu dengan menyumbat kolom dengan menggunakan kapas atau glass woll, hal ini bertujuan untuk menyumbat agar silika gel yang digunakan sebagai fasa diam tidak ikut turun. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan dinding kolom dengan menggunakan n-heksana. Setelah itu kolom barulah dapat digunakan untuk memisahkan sampel.
3.  Pemisahan senyawa dengan kromatografi lapis tipis  dapat dilakukan yaitu pertama memotong plat TLC atau silika sesuai ukuran, kemudian memberi  batas dibagian bawah silika tersebut untuk batas penotolan zat. Kemudian ditotolkan zat yang akan dipisahkan. Dan kemudian silika tadi direndam pada chamber bagian bawah hingga batas garis yang telah dibuat dengan menggunakan pelarut atau eluen yang sesuai hingga nodanya naik, kemudian disenter dengan menggunakan sinar UV. Untuk melakukan kromatografi kolom pertama kita menyumbat bagian bawah dari kolom dengan menggunakan kapas, kemudian memasukkan fase diamnya yaitu silika gel, kemudian dimasukkan sampel atau zat yang akan dipisahkan, lalu ditambahkan eluen yang sesuai.
4.    Pemisahan pigmen tumbuhan dengan kromatografi kolom dapat dilakukan dengan cara mengekstrak terlebih dahulu tumbuhan tersebut. Lalu menentukan eluen atau pelarut yang sesuai, kemudian dilakukan kromatografi kolom dengan cara memasukkan fase diamnya yaitu berupa silika gel terlebih dahulu kedalam kolom, kemudian diikut dengan sampel yang telah dicampur dengan silika gel sedikit, dan diikuti dengan penambahan pelarut atau eluennya. Lalu, ditunggu hingga sampel murni tersebut turun.

XI.                DAFTAR PUSTAKA
·       Khopkar. 2010. Kimia Organik Dasar. Jakarta: Erlangga.
·       Krisma. 2010. Isolasi, Identifikasi, dan Elusida Struktur Senyawa Alkanoid dalam ekstrak Metanol-Asam Nitrat dari Biji Mahoni Bebas Minyak. Jurnal MIPA. Vol 36. (Diakses 11 April 2019).
·     Soebagio. 2010. Aktivitas Anti Bakteri Senyawa Golongan Triterfenoid dari Biji Pepaya (Carica Pepaya, L). Jurnal Kimia. Vol 2. (Diakses 11 April 2019).
·  Tim Kimia Organik I. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. 2016. Jambi: Universitas Jambi.
.
XII.             LAMPIRAN GAMBAR
1. Proses impreknasi
 2.Proses TLC
3. Proses kromatografi kolom sampel semangka
4. Macam-macam ekstrak sampel yang digunakan yaitu 10 ekstrak sampel 
 
 5. pemadatan silika gel dengan cara mengketuk-ketuk kolom

6. Proses kromatografi kolom pada sampel buah naga

3 komentar:

  1. Saya Febry (073) akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1. Fungsi kapas adalah untuk menyumbat kolom agar silika gel tidak ikut turun dengan pelarut. Terimakasih.

    BalasHapus
  2. Nama saya Hefty Juwita (A1C117053), akan menjawab pertanyaan nomor 2. Menurut saya, silika gel dicampurkan dengan n-heksana agar dapat melarutkan dan memudahkan proses pemadatan silika gel didalam kolom. Terimakasih.

    BalasHapus
  3. saya ika ermayanti nim 031 saya akan menjawab pertanyaan nomor 3 yaitu Untuk membandingkan jarak yang ditempuh ekstrak murni yang telah dikromatografi kolom dan telah diuapkan beberapa hari.

    BalasHapus

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM

LAPORAN PRAKTIKUM    KIMIA ORGANIK I "KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM" DISUSUN OLEH: MIRNAWATI   (A1C11...