DISUSUN OLEH:
MIRNAWATI
(A1C117013)
(A1C117013)
DOSEN PENGAMPU
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Pd.
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
7.1 Kromatografi Lapis Tipis
No
|
Sampel
|
Jarak
Noda(cm) |
Jarak
Eluen (cm) |
Rf
|
1.
|
Buah naga
|
3,9
|
4,8
|
0,8125
|
2.
|
Bayam
|
0,3
|
4,8
|
0,025
|
3.
|
Nanas
|
3,8
|
4,8
|
0,79166
|
4.
|
Bunga kertas
|
2,5
|
4,8
|
0,520
|
5.
|
Semangka
|
3,7
|
4,5
|
0,8222
|
6.
|
Wortel
|
3,9
|
4,5
|
0,8666
|
7.
|
Pepaya
|
3,8
|
4,5
|
0,8444
|
8.
|
Kentang
|
0
|
4,5
|
0
|
9.
|
Tomat
|
4,1
|
4,7
|
0,8723
|
10.
|
Bunga sepatu
|
4,0
|
4,7
|
0,8510
|
7.2 Kromatografi Kolom
No.
|
Sampel
|
Banyak botol
|
Warna
|
Hasil TLC
|
1
|
Buah naga
|
6 botol
|
Bening semua
|
Tidak ada noda ang bergerak
|
2
|
Bayam
|
4 botol
|
1
(bening) 2 (Hijau) 3 (hijau pudar ) 4 (bening)
|
Noda tidak ada yang bergerak tetapi tapi
noda 1,2,3 terlihat berwarna kekuningan pada garis bawah plat.
|
3
|
Nanas
|
3 botol
|
1 (bening) 2 (kuning keruh ) 3 (bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
4
|
Bunga kertas
|
5 botol
|
1 ( bening ) 2 ( terdapat seperti minak ) 3
( agak keruh ) 4 dan 5 ( bening )
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
5
|
Semangka
|
3 botol
|
1 (bening) 2 ( keruh ) 3 (bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
6
|
wortel
|
3 botol
|
1 (bening) 2 ( kuning cerah ) 3 (bening)
|
Noda 1dan 3 tampak berwarna krim pada garis
bawah tapi tidak bergerak
|
7
|
pepaya
|
4 botol
|
1 (bening) 2 ( kekuningan ) 3 dan 4 (bening)
|
Noda satu tak terjadi apa2. Noda 2 dan 4
tampak noda krim pada garis bawah dan pada noda 3 bergerak naik dengan warna
krim
|
8
|
Kentang
|
4 botol
|
1 (bening) 2 ( kuning keruh ) 3 dan 4
(bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
9
|
Tomat
|
3 botol
|
1 (bening) 2 ( kemerahan) 3 (bening)
|
Pada noda ketiga berwarna abu2 dan bergrak
naik ke atas
|
10
|
Bunga sepatu
|
4 botol
|
1 (bening) 2 dan 3( keruh ) 4 ( keruh pudar )
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
VIII. PEMBAHASAN
Kromatografi adalah salah satu dari
teknik pemisahan dalam analisis kimia yang biasa lebih dikenal dengan fase diam
dan fase gerak. Kromatografi ialah teknik dalam analisis kimia yang bertujuan
untuk memisahkan campuran zat menjadi komponen atau partikel-partikel penyusun
dari campuran tersebut, lalu komponen yang didapatkan akan dianalisis satu
persatu. Jenis pemisahan berdasarkan kromatografi ini dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi cair, kromatografi
penukar ion, kromatografi afinitas. Walaupun kromatografi ini terbagi dalam
beberapa jenis namun pada prinsip dasarnya tetap sama satu dan lainnya. Adapun
prinsip dari pemisahan kromatografi adalah didalam suatu campuran yang terdiri
dari komponen-komponen zat tertentu dimana komponen tersebut terletak pada
perbedaan afinitas atau gaya adesi dari setiap jenis analit terhadap fase diam
dan fase gerak, oleh karena itu komponen-komponen tersebut dapat terpisah dari
campurannya. Penentuan afinitas dari suatu analit dapat kita tetapkan dengan
melihat daya adsorpsinya terhadap fase diam dan kelarutan analit tersebut
terhadap fase gerak yang digunakan atau yang dipakai(http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).
8.1 Kromatografi Lapis Tipis
Pada
percobaan yang pertama pada kromatografi ini kami melakukan percobaan
kromatografi dengan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis adalah
teknik kromatografi yang dilakukan pada zat atau sampel yang tidak
menguap. Pada dasarnya pada kromatografi ada dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa
gerak. Dimana fasa diamnya berupa silika gel yaitu plat TLC yang kita gunakan
dan fasa geraknya adalah pelarut atau eluen yang diletakkan didalam chamber.
Chamber adalah wadah atau tempat plastik yang digunakan untuk menempatkan eluen
atau pelarut setelah dilakukan penotolan ekstrak atau sampel yang akan diuji
diatas plat TLC atau silika gel. Pada percobaan ini, pada plat TLC atau silika
gel diberi tanda batas untuk menotolkan sampel atau ekstrak yang akan diuji.
Kemudian dihitung harga Rfnya. RF adalah nilai perbandingan dari jarak yang
ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh pelarut.
Pada percobaan kromatografi lapis tipis ini kami menggunakan 10
sampel atau ektrak yaitu ada ekstrak dari buah naga, daun bayam, buah nanas,
bunga kertas, buah semangka, wortel, buah pepaya, kentanng, tomat, bunga
kembang sepatu. Dan pelarut atau eluen yang digunakan adalah pelarut yang
sesuai dengan sampel tersebut. pada percobaan ini pelarut yang kami gunakan
adalah n-heksana dan etil asetat. Dimana n-heksana bersifat non polar dan etil
asetat bersifat semi polar. Dengan
perbandigan pelarut atau eluennya adalah 2:1, dimana 2 untuk n-heksana dan 1
untuk etil asetat.
Prosedur pengerjaan pada percobaan ini yaitu pertama kami
memotong plat TLC yang akan digunakan sebagai fasa diamnya, ukuran plat TLC
yang kami pakai adalah 5 cm x 3 cm. Dimana untuk satu plat TLC kami menggunakan
untuk empat sampel. Kemudian dibuat batas untuk menotolkan sampel tersebut.
Pada saat penotolan sampel dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler, dimana
sebelum ditotolkan degan ekstrak pipa kapiler tersebut dibersihkan dahulu
dengan menggunakan metanol. Setelah sampel ditotolkan, plat TLC dimasukkan didalam chamber yang
telah berisi eluen atau pelarut tadi, yaitu n-heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 2:1. Dimana plat TLC direndam dengan eluen sebelum tanda batas
yang telah dibuat, kemudian ditunggu beberapa saat hingga eluen naik keatas.
Setelah eluennya naik ketas, plat TLCC
disenter dengan menggunakan dengan sinar UV, hal ini berfungsi untuk memudahkan
melihat jarak yang ditempuh. Kemudian dilakukan pengukuran jarak yang
didapatkan, dan dihitung nilai RF dari masing-masing sampel atau ektrak
tersebut.
Pada plat TLC yang pertama kami menguji ekstrak atau sampel
buah naga, daun bayam, buah nanas, dan bunga kembang sepatu. Setelah dilakukan
penotolan sampel dan direndam dengan eluen hasil yang didapatkan adalah jarak
pelarut pada plat TLC yang pertama yaitu 4,8 cm. Sedangkan noda yang didapatkan
pada sampel buah naga adalah 3,9 cm.
Sehingga dapat dihitung harga Rfnya adalah pada 0,8125 cm . kemudian pada bayam didapatkan jarak yang ditempuh
nodanya adalah 0,3 cm dan dihitung nilai Rfnya adalah 0,0625 cm. Selanjutnya
pada ekstrak atau sampel nanas didapatkan
jarak tempuh nodanya adalah 3,8 cm dan dihitung nilai RFnya yaitu 0,79167 cm.
Terakhir yaitu untuk sampel bunga
kertas, jarak tempuh noda yang didapatkan adalah 2,5 cm, dan dihitung nilai
Rfnya adalah 0,52083 cm.
Pada plat TLC yang kedua, kami menguji ekstrak atau sampel semangka,
wortel, pepaya, dan kentang. Dilakukan prosedur yang sama seperti pada plat TLC
yang pertama, namun pada percobaan yang kedua ini dilakukan penambahan eluen
atau pelarut yang berada didalam chamber
dengan perbandingan yang sama. Hal ini dikarenakan pelarut atau eluen tersebut
telah habis digunakan pada plat TLC yang pertama. Kemudian diperolehlah Jarak
pelarut dan jarak noda pada masing-masing sampel. Jarak pelarut yang didapatkan
pada plat TLC yang kedua ini yaitu 4,5 cm. Selanjutnya, jarak noda dan harga RF
yang didapatkan pada masing-masing sampel yaitu pada sampel semangka, didapatkan jarak tempuh
nodanya adalah 3,7 cm dan setelah dihitung harga atau nilai Rfnya adalah 0,822
cm. Kemudian, untuk sampel atau ekstrak wortel
didapatkan jarak nodanya adalah 3,9 cm dan harga atau nilai RF yang didapatkan
adalah 0,867 cm. Lalu pada sampel buah
pepaya didapatkan jarak yang ditempuh oleh nodanya adalah 0,844 cm. Yang terakhir yaitu pada
ektrak atau sampel kentang
didapatkan jarak nodanya adalah 0 cm sehingga nilai atau harga RF yang
didapatkan juga 0 cm.
Pada plat yang ketiga, hanya diuji dua sampel atau ekstrak
yaitu buah tomat dan bunga kembang
sepatu. Setelah dilakukan penotolan sampel dan perendaman pada eluen, namun
pada plat yang ketiga ini dilakukan penambahan eluen lagi dengan perbandingan yang sama yaitu 2:1, hal
ini dikarenakan pelarut yang ada didalam chamber telah habis. Kemudian hasil
yang didapatkan setelah beberapa saat yaitu didapatkan jarak tempuh pelarutnya
yaitu 4,7 cm dan jarak tempuh noda pada masing-masing sampel tersebut yaitu,
pada sampel atau ekstrak tomat
didapatkan hasil jarak yang ditempuh nodanya adalah 4,1 cm dan harga RF yang
didapatkan adalah 0,8723 cm. Sedangkan untuk sampel bunga kembang sepatu didapatkan jarak nodanya adalah 4 cm, sehingga didapatkan harga Rfnya
adalah 0,851.
Dari
hasil yang telah didapatkan dari percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa silika
gel yang bertindak sebagai fase diam bersifat polar, sehingga apabila sampel atau ekstrak tersebut memiliki nilai
jarak noda yang tinggi berarti sampel tersebut bersifat nonpolar, sedangkan
apabila jarak noda yang ditempuh kecil berarti sampel tersebut bersifat polar.
Semakin besar jarak yang ditempuh noda makan semakin tinggi pula harga RF yang
didapatkan.
8.2 Kromatografi Kolom
Pada
percobaan kedua yaitu dilakukan uji kromatografi dengan kromatografi kolom.
Kromatografi kolom adalah teknik pemisahan komponen dengan kromatografi yang
menggunakan kolom seperti tempat atau wadah yang terbuat dari kaca. Dimana
terdapat dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diammnya adalah silika
gel dan fase geraknya adalah eluen. Pada percobaan kolom ini sama seperti
halnya dengan percobaan lapis tipis yaitu menguji 10 sampel, yaitu ekstrak dari
buah naga, daun bayam, nanas, bunga sepatu, semangka, wortel, pepaya, kentang,
tomat dan bunga kembang sepatu. Dan digunakan eluen yang digunakan adalah
n-heksana, etil asetat, kloroform dan etanol. Fungsi dari penambahan eluen
dalam sampel adalah untuk menurutkan sampel yang berada didalam kolom yang
kemudian hasil yang didaptkan diuji lagi dengan menggunakan plat TLC untuk
mengetahui nilai Rfnya.
Perlakuan awal yang kami lakukan adalah menyiapkan kolom
yang akan digunakan. Pertama, ujung dari kolom disumbat dengan kapas atau glass
woll, fungsi dari penyumbatan ini adalah untuk menahan silika gel agar tidak
turun. Kemudian dibersihkan dinding dari kolom dengan menggunakan larutan
n-heksana. Lalu, silika gel dilarutkan dengan n-heksana didalam sebuah gelas
kimia. Kemudian campuran tersebut dimasukkan kedalam kolom yang telah
dibersihkan tadi sambil mengetuk-mengetuk dinding kolom, hal ini dilakukan agar
silika gelnya memadat. Setelah kolom tersebut telah siap, maka dilakukan
persiapan sampel. Sampel yang telah diekstrak,
diambil satu tetes kemudian dicampur dengan silika gel. Pencampuran ini disebut dengan
impreknasi, impreknasi adalah menjeratkan sampel kepori-pori silika gel.
Setelah sampel selesai diimpreknasi lalu
dimasukkan kedalam kolom. Lalu
ditambahkan pelarut yang sesuai dengan sampel yang akan dikromatografi.
Kemudian ditunggu beberapa saat hingga sampel tersebut turun. Pelarut yang
turun ditampung dan nantinya akan diuji dengan plat TLC. Namun, sebelum diuji botol yang berisi hasil
dari kromatografi kolom tadi diuapkan terlebih dahulu hingga beberapa hari.
Setelah menguap, sisa dari hasil penguapan tersebut ditambahkan metanol sebanyak 1 tetes.
Kemudian diuji dengan menggunakan plat TLC.
Pada sampel ekstrak buah
naga pelarut yang digunakan adalah pelarut atau eluen yaitu n-heksana dan
etil asetat dengan perbandingan yang pertama yaitu 8:1, hasil yang didapatkan
adalah sampel tersebut tidak turun, yang turun hanyalah pelarutnya saja.
Kemudian dibuat lagi perbandingan pelarut atau eluen yang kedua yaitu 16:2, dan
hasil yang didapatkan adalah sampel
tersebut turun sedikit dan hampir setengah. Kemudian yang terakhir dibuat perbandingan
pelarut yaitu 15:5 dan didapatkan hasil yaitu sampelnya turun setengah
dari kolom tersebut. Hasil yang didapatkan dari 3 perbadningan pelarut ini
adalah sebanyak 5 boto. Kemudian, hasil yang telah diperoleh tadi ditampung dan
diuji dengan menggunakan plat TLC. Pada pengujian dengan menggunakan plat TLC
digunakan pelarut atau eluen n-heksana dan etil asetat dengan perbandingannya
3:2. Pada plat TLC dilakukan penotolan sampel yang ada pada 5 botol tersebut,
namun pada penotolan yang pertama dilakukan penotolan untuk crude. Crude adalah
ekstrak murni dari sampel tersebut. setelah crude ditotolkan, kemudian
dilanjutkan dengan sampel hasil yang ada pada botol hasil dari kromatografi
kolom tadi kemudian dimasukkan kedalam eluen. Hasil yang didapatkan adalah
hanya crude saja yang bergerak.
Pada ekstrak atau sampel daun bayam, digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan
perbandingan 5:10. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 5
botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol 1, berwarna bening.
Pada botol kedua, berwarna hijau. Pada botol ketiga, berwarna hijau pudar, pada
botol keempat berwarna bening, dan pada botol kelima berwarna bening. Dapat
dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu
berwarna hijau. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama
beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang
digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses
kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga.
Hasil yang didapatkan adalah kelima sampel yang diuji ini tidak ada yang
bergerak, tetapi terdapat warna pada sampel yang ada pada botol 1,2,3 yaitu
warna cream.
Pada ekstrak atau sampel buah nans, digunakan eluen yaitu kloroform dan metanol dengan
perbandingan 3:1. Hasil yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3
botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Pada botol 1, berwarna bening
dan silika gel yang berada pada kolom
tersebut pecah. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh. Pada botol ketiga, berwarna
bening. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol
kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut
diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan
pelarut yang digunakan adalah kloroform dan metanol dengan perbandingan 2:1..
Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah
naga. Hasil yang didapatkan adalah keempat sampel yang diuji ini tidak ada yang
bergerak dan juga tidak memiliki warna.
Pada
ekstrak atau sampel bunga kertas,
digunakan eluen yaitu kloroform 100%. Hasil yang didapatkan dari kromatografi
kolom adalah ada 5 botol pelarut yang turun beserta dengan sampel. Hanya pada botol
kedua yang berwarna, yaitu bening dan berminyak. Dapat dilihat bahwa sampel
turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna bening
berminyak berbeda dengan botol yang lain. Kemudian, hasil yang didapatkan
tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan plat TLC.
Dengan pelarut yang digunakan adalah metanol 100%.Proses kromatografi lapis
tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan
adalah keenam sampel yang diuji hanya crude yang bergerak dan berwarna cream.
Pada
ekstrak atau sampel semangka,
digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil
yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning pudar sedangkan pada
botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil
yang didapatkan pada botol kedua yaitu kuning pudar. Kemudian, hasil yang
didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan
plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti
pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada sampel crude yang
bergerak, dan berwarna kuning.
Pada
ekstrak atau sampel wortel,
digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil
yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning cerah sedangkan pada
botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil
yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning cerah. Kemudian, hasil
yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan
menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil
asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan
sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada
sampel crude yang bergerak, dan berwarna kuning dan pada botol 1 tidak bergerak
tetapi berwarna cream.
Pada
ekstrak atau sampel pepaya,
digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Hasil
yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 4 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning dan sampel mulai
turun. sedangkan pada botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa
sampel turun pada hasil yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning.
Kemudian, hasil yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan
duji dengan menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah
n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis
tipis ini dilakukan sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan
adalah pada sampel crude yang bergerak, dan berwarna orange dan pada botol 2
tidak bergerak tetapi berwarna cream kepudaran begitu juga pada botol 4.
Sedangkan pada botol 3 nodanya bergerak dan berwarna cream kepudaran.
Pada
ekstrak atau sampel kentang,
digunakan eluen yaitu kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:1. Hasil yang
didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 4 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh sedangkan pada
botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil
yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil
yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan
menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah kloroform dan
metanol dengan perbandingan 3:2. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan
sama seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah sampel crude
yang tidak bergerak, tetapi berwarna abu-abu.
Pada
ekstrak atau sampel tomat, digunakan
eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Hasil yang
didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kemerahan sedangkan pada
botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil yang
didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kemerahan. Kemudian, hasil yang
didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan menggunakan
plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 3:1. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama seperti
pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah hanya pada sampel botol
ketiga yang bergerak, dan berwarna keabuan.
Pada
ekstrak atau sampel bunga kembang sepatu,
digunakan eluen yaitu n-heksna dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Hasil
yang didapatkan dari kromatografi kolom adalah ada 3 botol pelarut yang turun
beserta dengan sampel. Pada botol kedua, berwarna kuning keruh sedangkan pada
botol yang lain tidak berwarna. Dapat dilihat bahwa sampel turun pada hasil
yang didapatkan pada botol kedua yaitu berwarna kuning keruh. Kemudian, hasil
yang didapatkan tersebut diuapkan selama beberapa hari, dan duji dengan
menggunakan plat TLC. Dengan pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat
dengan perbandingan 3:1. Proses kromatografi lapis tipis ini dilakukan sama
seperti pada ekstrak buah naga. Hasil yang didapatkan adalah pada sampel crude
tidak bergerak, dan berwarna cream pudar.
IX. PERTANYAAN
PASCA
1. Apa fungsi kapas pada percobaan tersebut?
2. Mengapa silika gel dicampurkan dengan n-heksana?
3. Mengapa pada saat melakukan TLC hasil dari
kromatografi dilakukan TLC juga pada crude atau ekstrak alsinya?
X.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang
dapat ditarik dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik
dasar dari kromatografi lapis tipis
adalah pemisahan suatu senyawa murni dengan cara menggunakan plat TLC atau
silika gel, dimana silika tersebut bertindak sebagai fase diam dan pelarut atau
eluen yang digunakan adalah fase geraknya. Kromatografi lapis tipis ini dapat
juga dikatakan seberapa cepat rambat dari suatu noda pada silika tersebut.
Sedangkan teknik dasar dari kromatografi kolom adalah adsorbsi dari jenis fasa yang digunakan. pada
kromatografi kolom ini digunakan sebuah kolom yang diisi oleh silika gel yang bertindak sebagai fasa diam. Dan
pelarut atau eluennya sebagai fasa
gerak.
2. Plat
TLC dapat dibuat dengan memotong plat TLC yang panjang sesuai dengan ukuran
yang kita inginkan, pada percobaan ini kami menggunakan plat TLC yang berukuran
5 cm x 3 cm. Kemudian membuat garis batas untuk penotolan sampel yang akan
dipisahkan dengan cara kromatografi. sedangkan untuk kromatografi kolom kita
harus menyiapkan kolom yang akan digunakan terlebih dahulu, yaitu dengan
menyumbat kolom dengan menggunakan kapas atau glass woll, hal ini bertujuan
untuk menyumbat agar silika gel yang digunakan sebagai fasa diam tidak ikut
turun. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan dinding kolom dengan
menggunakan n-heksana. Setelah itu kolom barulah dapat digunakan untuk
memisahkan sampel.
3. Pemisahan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis
dapat dilakukan yaitu pertama memotong plat TLC atau silika sesuai
ukuran, kemudian memberi batas dibagian
bawah silika tersebut untuk batas penotolan zat. Kemudian ditotolkan zat yang
akan dipisahkan. Dan kemudian silika tadi direndam pada chamber bagian bawah
hingga batas garis yang telah dibuat dengan menggunakan pelarut atau eluen yang
sesuai hingga nodanya naik, kemudian disenter dengan menggunakan sinar UV.
Untuk melakukan kromatografi kolom pertama kita menyumbat bagian bawah dari
kolom dengan menggunakan kapas, kemudian memasukkan fase diamnya yaitu silika
gel, kemudian dimasukkan sampel atau zat yang akan dipisahkan, lalu ditambahkan
eluen yang sesuai.
4. Pemisahan pigmen tumbuhan dengan kromatografi
kolom dapat dilakukan dengan cara mengekstrak terlebih dahulu tumbuhan
tersebut. Lalu menentukan eluen atau pelarut yang sesuai, kemudian dilakukan
kromatografi kolom dengan cara memasukkan fase diamnya yaitu berupa silika gel
terlebih dahulu kedalam kolom, kemudian diikut dengan sampel yang telah
dicampur dengan silika gel sedikit, dan diikuti dengan penambahan pelarut atau
eluennya. Lalu, ditunggu hingga sampel murni tersebut turun.
XI.
DAFTAR
PUSTAKA
· Khopkar. 2010. Kimia Organik Dasar.
Jakarta: Erlangga.
· Krisma. 2010. Isolasi, Identifikasi, dan
Elusida Struktur Senyawa Alkanoid dalam ekstrak Metanol-Asam Nitrat dari Biji
Mahoni Bebas Minyak. Jurnal MIPA. Vol 36. (Diakses 11 April 2019).
· Soebagio. 2010. Aktivitas Anti Bakteri
Senyawa Golongan Triterfenoid dari Biji Pepaya (Carica Pepaya, L). Jurnal
Kimia. Vol 2. (Diakses 11 April 2019).
· Tim Kimia Organik I. Penuntun Praktikum
Kimia Organik I. 2016. Jambi: Universitas Jambi.
.
XII.
LAMPIRAN
GAMBAR
4. Macam-macam ekstrak sampel yang digunakan yaitu 10 ekstrak sampel
Saya Febry (073) akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1. Fungsi kapas adalah untuk menyumbat kolom agar silika gel tidak ikut turun dengan pelarut. Terimakasih.
BalasHapusNama saya Hefty Juwita (A1C117053), akan menjawab pertanyaan nomor 2. Menurut saya, silika gel dicampurkan dengan n-heksana agar dapat melarutkan dan memudahkan proses pemadatan silika gel didalam kolom. Terimakasih.
BalasHapussaya ika ermayanti nim 031 saya akan menjawab pertanyaan nomor 3 yaitu Untuk membandingkan jarak yang ditempuh ekstrak murni yang telah dikromatografi kolom dan telah diuapkan beberapa hari.
BalasHapus